Laman

Kamis, 15 Maret 2012

Cerpen : Marionette

ini dia versi lain dari serial Love like A Nigtmare yang ane buat (walaupun banyak kesamaan dalam alur cerita)...
 semoga terhibur...
mohon kritik dan sarannya....thnx



MARIONETTE


            Mentari  pagi mulai menyinari dunia yang fana ini. Kruyuk-kruyuk bunyi perut membangunkan Andri dari tidur panjangnya. Dengan malas ia mengambil handuk dan menyeretnya ke kamar mandi. Air hangat mulai mengalir dan membasahi seluruh tubuhnya. Ia termenung, dan tanpa sadar air mata mengalir kedua bola matanya.
            “ Kenapa ini semua harus terjadi…”, kata-kata itu terus berkecamuk di dalam kepalanya.
             Tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak lalu diam kembali sambil mengusap kedua matanya. Seusai mandi , Andri mengenakan pakaiannya kembali. Ia keluar dari rumah dan mengikuti kemanapun langkah kaki membawanya. Terus berjalan menyusuri sepanjang jalan yang tak berujung ini. Hingga pada suatu ketika ia berhenti pada sebuah kerumunan orang di pinggir jalan. Semua orang menghentikan kegiatan mereka untuk menyempatkan diri untuk melihat kejadian tersebut.
            “Ada kejadian apa pak ? ”, Tanya Andri kepada seorang pria tua di tempat tersebut.
            “ Ada seorang pemuda yang tewas tertabrak becak..”, jawab pria tua itu.
            “ Menurut hasil autopsi polisi , sebenarnya pemuda tersebut bukan meninggal gara-gara tertabrak becak melainkan karena penyakit epilepsinya kumat. Sungguh ironis sekali..”, timpal seorang remaja yang ikut menonton peristiwa tersebut.
             Ia termenung sejenak, entah mengapa manusia tidak dapat mengetahui takdirnya. Entah itu tua maupun muda, pada akhirnya hanyalah kematian yang akan terus setia menunggunya. Hidup dan mati adalah takdir yang telah digariskan oleh Tuhan kepada seluruh makhluk ciptaannya. Takdir yang menggerakkan boneka bernama manusia untuk mengisi kekosongan dunia. Menjalankan kehidupan layaknya sebuah panggung sandiwara.
            Satu persatu orang-orang mulai meninggalkan tempat itu. Andri pun melanjutkan perjalanannya. Suara mesin kendaraan yang berlalu lalang bagaikan sebuah melody yang memecah kesunyian di lampu merah tersebut. Hamparan pengemis dan pedagang asongan memenuhi lampu merah demi mengais rejeki agar dapat bertahan hidup. Keadaanlah yang memaksa mereka untuk melakukan hal tersebut. Karena tak tahu lagi akan pergi kemana, ia pun memutuskan untuk pulang ke rumah.
            Sesampainya di rumah ia menjatuhkan diri ke kasur empuknya. Kejadian tadi siang membuatnya terbawa pada kenangan yang ingin sekali ia lupakan. Ia pun tertidur dengan lelap.
            Semenjak kedua orang tuanya meninggal, Andri menjadi seorang anak yang pendiam. Semua Nilai mata pelajarannya turun drastis. Wajah yang dulunya selalau ceria kini telah berubah menjadi bermuram durja. Banyak sekali kejadian yang telah merubah kehidupannya. tak hanya kehidupannya saja yang berubah, Kepribadiannya pun ikut berubah.
            Ia pun meringkuk di sudut kamarnya sambil memeluk sebuah boneka yang entah berbentuk apa boneka tersebut. Sebenarnya boneka tersebut pemberian kedua orang tuanya sebelum meninggal. Lagu “ I miss You ” dari Blink 182 ikut serta mengiringi suasana yang sedang suram itu.  Perasaan tertekan terus saja menghantuinya.
            “ Apa itu cinta? ”
            “Apa itu persahabatan? “
            “Apa sebenarnya tujuanku hidup? ”, Hanya kata-kata itu yang terus berkecamuk di dalam hatinya.
            Bukan hanya ditinggal orang tuanya, Ia juga di tinggal oleh cinta maupun sahabat-sahabatnya. Itulah yang menyebabkan dia malas untuk pergi ke sekolah. Ia menganggap seluruh mata yang menatap seolah memandang rendah dirinya. Tanpa sadar ia membalas tatapan mata mereka dengan tatapan tajam seolah menampakkan suatu kebencian dan kepedihan yang begitu dalam. Hidupnya kini tak ubah seperti boneka yang terluntang-lantung tanpa memiliki tujuan. Ia duduk terdiam dan berharap kematian segera menjemputnya. Seandainya saat ini para Telletubeies ada disini, ingin sekali ia mengajak mereka untuk (Berrrrrpeeeluuukaaaan).
            Sesaat Andri pernah berpikir untuk bunuh diri saja. Bebagai cara telah dicobanya untuk bunuh diri, tapi tak ada satu pun yang berhasil. Seperti ketika ia salah minum racun tikus yang sebenarnya adalah obat pencuci perut. Sehingga ia harus bolak-balik keluar masuk WC.  Berusaha untuk menabrakkan diri ke para tukang becak, akan tetapi tak ada satu becak pun hari itu karena sedang ada razia bagi para pengemudi becak yang tidak memiliki SIM ( Surat Ijin Mbecak ).
            Dalam hati ia berteriak, ” Apa yang akan kau lakukan jika kau berada dalam posisiku ini, wahai Ryan sang penjagal dari jombang!!!”
            “ Apakah aku harus menjadi seorang homo dan memutilasi mereka yang sudah melukai hatiku, lalu membuang mayat mereka ke laut agar menjadi makanan ikan sepat, wader, uceng dan mbethol di lautan!!!!”.
            Ia pun lari sejauh mungkin, dan berharap bisa lari dari semua perasaan yang memuakkan hati tersebut. Tapi itu tak kan mengubah apapun, karena hatinya sudah mati.
Mati dari perasaan gembira, cinta maupun kepedulian. Yang tersisa hanyalah kepedihan yang begitu mendalam. Hal tersebut membuatnya lebih suka menyendiri dari pada berkumpul dengan masyarakat. Mengasingkan diri dari keramaian duia yang terus menyesakkan dadanya.
            Ia pun terus berlari tanpa henti. Hingga tanpa terasa langkah kaki membawanya pada sebuah jembatan yang begitu besar. Andri sudah tak mampu untuk berpikir jernih, pikiranya telah kacau balau dan gelap gulita. Ia memutuskan untuk bunuh diri dengan cara terjun dari jembatan tersebut. Ketika ia sudah memantapkan diri dan siap terjun. Tiba-tiba terdengar suara seorang gadis mencegahnya.
            “ STOOOP….!!!”, teriak gadis itu.
            “ Ada apa mbak?”, Tanya Andri pada gadis itu.
            “ Jangan bunuh diri disini!!!”, jawab gadis itu.
            “ Lho memangnya kenapa?”
            “Aku tak mau di jadikan saksi!!!” jawab gadis itu lagi.
            “ Ya , sudah kalau begitu mbaknya pergi saja”.
            “ Aku tidak mau!!, lagi pula buat apa masnya bunuh diri ?, merepotkan polisi dan warga sekitar saja!!!” .
            Gadis itu tetap bersikeras untuk tidak mau pergi. Dari dalam saku ia mengambil handphonenya.
            “ Kalau mau mati, mati saja sana!!!”
            “Aku sudah siap menelpon tim SAR, kantor polisi, puskesmas, pak RT, bu RW juga tukang gali kubur, kalau kau lanjutkan niatmu itu!!!” , teriak gadis itu lagi.
            Tatapan matanya begitu tajam. Aku tidak bisa bergerak. Seolah-olah seperti puluhan ribu anak panah menusuk tubuhku. Keringat mulai bercucuran, jantungku berdebar-debar, membuat nyaliku ikut menciut.
            Andri pun turun dari pinggir jembatan itu. Ia berjalan mendekati gadis itu. Lalu bertanya pada gadis tersebut.
            “ kenapa mbaknya tadi mencegahku untuk bunuh diri?, padahalkan kita tidak saling mengenal!!!”.
            “ Bukankah  sebagai sesama boneka bernama manusia kita harus saling tolong-menolong dan saling mengingatkan”. Jawabnya
            “ Lagi pula kata pak ustad bunuh diri itu adalah dosa dan dilarang oleh agama”.
            Kata-kata gadis itu menggetarkan hatiku. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Mulutku seperti tertutup rapat mendengarkan kata-kata gadis itu tadi.
            “ Oh iya , saya belum memperkenalkan diri, nama saya Dewi”. Ia mengulurkan tangannya sambil tersenyum kepadaku.
            “ Andri ” jawabku sambil menjabat tangannya.
            Tiba-tiba sebuah mobil mercy warna perak berhenti di dekat kami. Dari dalam mobil tersebut keluarlah seorang pria botak, berjenggot lebat dan mengenakan jubah putih. Kalau diingat wajahnya mengingatkanku kepada seorang syekh yang sering muncul di layar kaca karena pernikahannya dengan seorang anak SMP.
            “ Eh, papa!!!”, Dewi mendekati pria itu.
            “ Ayo pulang, sudah sore!!!”.
            “ Sampai jumpa, kalau berjodoh mungkin kita bisa bertemu kembali!!”, katanya sambil melambaikan tangannya kearahku.
            Tanpa sadar aku membalas lambaiannya itu.
            Ia masuk ke dalam mobil itu. Mobil itu pun telah pergi entah kemana. Andri memutuskan untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah ia tersenyum-senyum sendiri. Entah mengapa untuk pertama kalinya ia dapat melupakan semua masalah yang selalu membebaninya. Semua perasaan benci dan kepedihan yang selama ini mengendap di hatinya, tiba-tiba hilang entah kemana. Ia pun tertidur dengan senyum menyungging di wajahnya.
            Entah kenapa semenjak pertemuanku dengan dewi, hidupku menjadi berubah. Aku seakan menemukan tujuan hidup yang selama ini kucari.
            “ Apakah ini yang disebut dengan cinta?”, pikiran itu terus terngiang di kepalanya.

            Satu minggu telah berlalu. Andri tak dapat melupakan kejadian di jembatan waktu itu. Sepertinya kegelapan yang selalu menyelimuti hatinya mulai memudar. Ia mulai dapat mempercayai orang lagi. Seperti biasa , setiap malam minggu Andri dan teman-temannya nongkrong pos ronda sambil menyantap bakso. Tak lama setelah adzan sholat isya berkumandang, pak haji dan putrinya lewat di depan kami.
            “ ehh…. Dewi!!” celetuk salah seorang temanku.
            Dewi tersenyum kepadaku. Sementara pak haji hanya bisa menggeleng kepala melihat tingkah laku temanku itu.
            “ Hei…!!!” teriak Feri menyadarkanku dari lamunanku.
            “ Mana mungkin kamu bisa mendapatkan anak pak haji!!, sholat saja tidak pernah!!. Coba kamu ingat kapan terakhir kali kamu sholat?”, celetuk salah seorang temanku.
            Kata-kata temanku tersebut membuatku sadar.
            “ Apa yang telah aku lakukan selama ini ”
            “ Mengapa aku meninggalkan ibadah”, kata hatiku yang mulai berbicara.
            Andri mulai mengatur kembali kehidupannya yang dulu pernah hilang. Dengan perlahan kehidupannya mulai membaik.
            “Obat hati.. ada lima perkaranya..”, nada dering tersebut terdengar ketika Feri menelpon Andri. Ia berniat untuk mengajak Andri nongkrong di tempat biasanya.
            “ Ehh… sudah tobat ini anak!!”, kata Feri dalam hati.
            Walaupun kehidupan Andri sudah mulai membaik, akan tetapi baying-bayang kematian mulai menghampirinya kembali. Merasa hidupnya tidak lama lagi ia memutuskan untuk menyatakan perasaannya itu kepada Dewi.  
            Malam minggu berikutnya. Setelah bersepakat dengan Dewi, akhirnya mereka bertemu di sebuah restoran. Seusai menghabiskan makanan, mereka pun mengobrol.
            “ Wi.., boleh tidak aku meminta sesuatu dari kamu?”
            “ Minta apa Ndri?, kalau Cuma 1000 atau 2000 tak masalah!”.
            “ Bukan itu maksudku!!”, jawab Andri dengan nada tinggi.  
            “ Lha terus maumu apa?”.
            “Aku mau menitipkan ini padamu”, kata Andri sambil mengeluarkan sebuah boneka dari sakunya.
            “ Mungkin aku akan pergi ke tempat yang sangat jauh, jadi kutitipkan benda milikku yang paling berharga ini padamu”.
            “ Jangan lupa oleh-olehnya ya!!” celetuk Dewi sambil tersenyum.
            Andri membalas senyumannya. Tak lama kemudian mereka meninggalkan tempat itu. Dalam perjalanan tanpa disengaja mereka bertemu dengan Feri. Ketika sedang menyeberang jalan, Tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi menerjang Andri. Kemeja Andri yang tadinya putih kini telah berubah menjadi merah darah. Dewi dan Feri berlari menghampiri Andri yang sedang sekarat.
            “Cepat panggil ambulans!!”, teriak Feri yang panik karena melihat sahabatnya bersimpah darah.
            Dewi yang juga ikutan panik di tenangkan oleh Andri.
            “ Wi... sebenarnya selama ini aku suka sama kamu, tapi sepertinya aku sudah terlambat!, semoga kamu bisa bahagia”. Kata Andri lirih.
            “ Fer.. aku punya sebuah permintaan!!, apakah kau mau membantuku?”.
            “Apapun itu ,aku akan mencobanya sebisaku!!, meskipun jika permintaanmu itu mengharuskan aku untuk pacaran dengan Dewi”, jawab Feri penuh semangat.
            “Bukan itu!!!, aku ingin kamu membayarkan hutangku selama ini di wartegnya Bu Sulis, terima kasih sebelumnya”.
            Kini tidak ada lagi penyesalan yang akan tertinggal. Setelah mengucapkan kalimat syahadat, ia pun menutup matanya dengan perlahan. Sebuah senyum puas tersungging menghiasi wajahnya. Sementara itu Dewi hanya bisa meneteskan air mata sambil melepas kepergian Andri.




          THE END

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More